Mapan?

  • 0
Menurut KBBI, Mapan artinya adalah baik, mantap, stabil, tidak goyah. Jika mapan dalam kehidupan sehari-hari identik dengan pekerjaan yang baik, memiliki rumah dan kendaraan pribadi, rasanya definisi mapan menjadi terkesan materialistis. Padahal yang namanya pekerjaan, rumah, dan materi lainnya hanya bersifat sementara dan semu, yang sewaktu-waktu bisa sirna dalam sekejap, lalu jikalau sudah begitu masihkah bisa dikatakan mapan?

Fenomena yang sering ditemui misalnya saat perempuan memiliki kriteria mencari lelaki yang mapan. Maka perlu ditanyakan, definisi mapan yang seperti apa? Jikalau tolok ukurnya materi, maka tak akan pernah bisa mapan hidup kita. Bukankah manusia tak pernah puas dengan materi duniawi?

Ada kisah...
Suatu hari saya bertanya pada sahabat saya yang sudah menikat saat umur 21 tahun. Dia masih kuliah, bahkan istrinya pun masih kuliah sehingga tidak tinggal satu atap alias LDR. Kok berani sekali menikah? Padahal belum 'mapan' lho. Lalu dia menjelaskan "Saya dari dulu ingin menikah diniatkan untuk ibadah, setelah menikah saya jadi tenang. Kalo yang namanya rumah, mobil, dll itu sudah pasti siapa yang tak mau, tapi bukan itu tujuan utamanya. Istri saya hanya mensyaratkan bisa membimbing dan bertanggungjawab, bahkan dia pun mau jikalau harus tidur beralaskan tikar saja, asal sama saya."

Hey, bukankah itu romantis? :D

Ada yang berpendapat juga "Tapi ya realistis lah, mau resepsi pakai apa, makan pakai apa, menyekolahkan anak-anak pakai apa, dan kekhawatiran materi lainnya". Sahabat saya tadi juga bercerita "Nikah itu murah dan mudah asal niat dan ga gengsi. Jangan berkata begitu, setiap makhluk sudah ada rejekinya, bahkan manusia ga akan mati sebelum rejekinya habis. Jangan meragukan Tuhan. Asal berusaha dan berdoa InsyaAllah ada. Dan sudah naluri lelaki normal dia akan punya keinginan untuk membahagiakan keluarganya".

Begitulah... Kadang rejeki tidak bisa dilogika secara matematis... Hehe...

Jikalau boleh menyimpulkan, Mapan datangnya dari hati. Dan semua orang normal pasti ingin mapan. Ibadah dan bersyukur mungkin salah satu kunci menjadi mapan yang berkah dunia akhirat. Yang terpenting adalah bertanggung jawab dan bisa saling membimbing dalam kebenaran. Karena jika mapan diukur dari materi, ada kok yang mapan tapi tak bertanggung jawab, ada juga yang tak mapan tapi bertanggung jawab, dan InsyaAllah ada juga kok yang mapan dan bertanggung jawab pula.

Yuk, semangat menjadi Mapan yang berkah dunia akhirat. Hehe..

#CMIIW #Opini
"Jangan disangka di gedung mewah tiada rintihan dan air mata, jangan dikira di gubug reot tiada senyuman dan canda tawa" ~ KH. Anwar Zahid

Air dan Batu

Ayah : Nak, coba ambil batu pipih itu.
Anak : Untuk apa ayah?
Ayah : Letakkan di bawah tetesan air itu.
Anak : Baik ayah, tapi untuk apa?
Ayah : Sudahlah...

Berhari-hari berlalu,,,

Ayah : Nak, kemarilah.. Coba kau lihat batu yang kemarin.
Anak : Wah bentuknya berubah, seperti cekungan.
Ayah : Ya benar sekali, Nak. Batu itu lapuk karena tetesan air.
Anak : Lalu?
Ayah : Coba sekarang ambil patu pipih yang lain.
Anak : Ini ayah, untuk apalagi?
Ayah : Coba siram batu itu dengan gayung.
Anak : Berapa banyak?
Ayah : Sampai batu itu berubah bentuk cekung seperti batu yang tadi.

Beliter-liter air anak itu menyiram batu dengan gayung,
Namun batu tak kunjung berubah.

Anak : Ayah, aku menyerah. Lelah...
Ayah : Nah, begitulah, Nak. Dalam mencapai sebuah tujuan harus memiliki strategis, usaha yang konsisten meskipun sedikit demi sedikit seperti tetesan air. Jikalau terlalu bernafsu, kau hanya akan dibuah lelah oleh tujuanmu itu. Bersabar, Ikhtiar, Bersyukur, dan Ikhlas.

Nyapu Yang Bener Biar Jodohnya Baik

  • 0
Pernah denger kalimat
"nyapu yang bener, yang bersih, biar besok dapet istri yang baik dan cantik"?

Bagi yang hidup di desa seperti saya, kalimat tersebut sering terdengar ketika kita sebagai anak melakukan pekerjaan rumah yaitu 'menyapu lantai'. 

Lantas ada hubungan apakah antara menyapu dengan jodoh? Ini semacam fatamorgana kehidupan yang penuh misteri. Hmmmm...

Saya coba menganalisis dengan versi ngawur saya untuk mendalami makna kalimat tersebut. Menurut pengamatan saya yang penuh fantasi ini, menyapu merupakan salah satu ekspresi diri seseorang yang dapat mencerminkan perilakunya. Lho kok bisa? 

Begini ceritanya...

Ada beberapa fase dalam menyapu yang mungkin berkaitan dengan karakter seseorang. Sekali lagi saya peringatkan, ini hanya fantasi freak saya saja. Tolong jangan dibawa serius yang berlebihan apalagi sampai mengaku-ngaku sebagai korban LGBT (Lo Gaul Banget Tjoy!)

#1 Di sekolah rajin nyapu, di rumah jarang
Pernah? Saya pernah. Masa-masa ketika piket sekolah rajin banget nyapu kelas, sedangkan kalo di rumah jarang, sekali nyapu di rumah itupun harus melalui perang dunia dulu sama mamah. Nah, tipe-tipe seperti ini biasanya ada di masa anak-anak dan abg alay, dimana mereka butuh pengakuan, perhatian, dan pujian dari luar. Kalo udah dewasa masih dalam tahap ini, berarti masuk dalam kategori pencitraan. Yang penting orang lain memandang gue bagus, orang sendiri mah biarin. Wkwk... 

#2 Rajin nyapu cuma yang keliatan doang
Pernah? Saya pernah (lagi). Masa-masa ketika kita sudah mulai sadar bahwa menyapu adalah salah satu bentuk pengabdian dan tanda balas jasa kita terhadap orang tua. Namun pada fase ini level menyapu kita masih setengah ikhlas atau belum expert (beda tipis). Sehingga yang terjadi adalah sekilas rumah tampak bersih tapi ternyata dibagian kolong meja masih kotornya naudzubillah. Nah, tahap ini merupakan proses transisi dimana seseorang perlu belajar dan perlu dibimbing dalam kebenaran supaya tahu bagaimana seharusnya. Kalo udah berpengalaman, udah tahu, tapi masih dalam tahap ini, berarti masuk dalam kategori cuek bebek alias yang penting udah keliatan bersih bodo amat yang ga keliatan. Hmmm... Luarnya oke, dalemnya... hmmm...

#3 Menyapu tapi kotorannya dibuang ditempat yang kurang tepat
Pernah? Saya pun pernah. Fase ketiga ini setelah melalui fase pertama dan kedua, namun rasa malas masih sedikit ada dalam diri kita. Melakukan proses menyapu dengan baik, tapi mengakhirinya kadang kurang pas. Misal menyapu dengan 'ngumpetin' kotorannya ke sela-sela yang tak terlihat, atau menyapu tapi kotorannya tidak dibuang ditempat yang seharusnya (dikumpulin doang tapi ga dibuang ditempat sampah), atau yang paling parah kalo dikosan anda menyapu lalu kotorannya dibawa ke kamar sebelah. -__- Parah. Nah, fase ini merupakan fase dimana seseorang mulai menyadari betapa pentingnya sebuah proses dan totalitas namun kadang masih sulit untuk mengakhirinya dengan baik (mungkin karena kurang pengalaman).

#4 Menyapu lantai dengan bersih lalu dilanjut dengan mengepel lantai
Pernah? Saya belum sehebat ini. Hahaha.... Ini adalah fase tertinggi dari menyapu. Melakukan segalanya penuh kesadaran dan totalitas. Mulai bisa menata emosi, mengatur waktu, dan melakukan sesuatu yang terbaik sebisa mungkin.

Lalu lalu lalu? Apa hubungannya dengan jodoh?

Oke, sekarang kita cermati Al-Quran surat An-Nuur ayat 26 yang artinya kurang lebih :

"Wanita yang baik adalah untuk lelaki yang baik. Lelaki yang baik untuk wanita yang baik pula (begitu pula sebaliknya). Bagi mereka ampunan dan reski yang melimpah (yaitu Surga)" ~ QS. An Nuur : 26
Dari ayat diatas dikaitkan dengan filosofi menyapu tersebut maka kita dapat mengambil hikmahnya. 

Menyapu bukan sekedar menyapu, menyapu dapat mencerminkan karakter kita. Jika karakter kita baik, maka diharapkan mendapatkan jodoh yang baik pula. Dan sebaliknya, jika kita ternyata memiliki karakter yang kurang baik, maka dikhawatirkan akan mendapat jodoh yang kurang baik pula. 

Jika ingin memiliki pasangan penuh pencitraan, maka cukup lakukan kebiasaan menyapu nomor #1. Jika ingin memiliki pasangan yang pandai menata emosi, mengatur waktu, dan melakukan yang terbaik, maka lakukan kebiasaan menyapu nomor #4. Kurang lebih seperti itu...

Orang jaman dahulu kalo memberi sebuah filosofi kadang ada benarnya juga. Tapi bukan berarti kita hidup untuk menyapu terus supaya dapet jodoh yang baik ya. Hahahaha... Diiringi dengan ketakwaan, keilmuwan, kemapanan, kedewasaan, kebijaksanaan, dan kebaikan-kebaikan lainnya.

Begitu.
^_^ 

Jangan Ubah Impiannya

  • 0
Setiap orang memiliki rencana hidupnya masing-masing. Dan setiap orang sudah selayaknya memiliki rencana masa depan, tujuan, cita-cita, atau impian yang terpatri dalam jiwa. Namun, pernahkah kita mengalami suatu hal yang memaksa kita untuk mengubah rencana yang sudah kita susun tersebut? Saya yakin hampir semuanya pernah. Pernah merasakan suatu masa dimana kita mau tak mau memaksa kita untuk berbuat diluar rencana.

Lalu pertanyaanya,
Jika kita menghadapi situasi yang memaksa kita untuk melakukan hal diluar rencana, mana yang kita pilih? Mengubah tujuan (cita-cita dan impian) atau mengubah rencananya?

Jawabannya tak ada yang salah, semuanya pilihan anda. Choose your choice.

Tapi jikalau saya boleh memilih, saya akan memilih untuk menyesuaikan rencana dengan tujuan yang sama. Karena jika kita mengubah tujuan (entah tujuannya lebih baik atau tidak), kita otomatis akan mengubah rencananya. Namun jika tujuannya tetap, kita bisa menyesuaikan rencana sesuai dengan situasi dan kondisi yang kita hadapi.

Ibaratnya gini, saya memiliki tujuan ke Jakarta untuk megunjungi Monas. Awalnya saya berencana menggunakan pesawat yang cepat dan nyaman. Namun apa boleh buat, cuaca sedang buruk musim ini. Penerbangan tidak memungkinkan. Lalu pilihannya, saya tidak jadi berangkat, berangkat ke kota lain (padahal saya ingin mengunjungi Monas), atau saya menggunakan transportasi lain seperti bis? Atau justru menunda hingga waktu yang tak pasti? Kalo saya pilih menggunakan transportasi lain. 

Contoh lain kita lagi mudik nih, lalu pantura macet total puluhan kilometer. Pilihannya kita menikmati macet, atau berusaha mencari jalan alternatif meskipun sedikit lebih lama dan mungkin sedikit lebih melelahkan?

Begitulah, setidaknya usaha untuk memperjuangkan tujuan yang tetap, dengan jalan yang berbeda, dengan waktu yang relatif lebih pasti. Tapi bersiap sedialah jikalau ternyata jalan darat pun terdapat kemacetan. Karena tak ada rencana manusia yang sempurna. Sebaik-baik rencana ialah rencana Allah SWT. Namun setidaknya kita terus berusaha melakukan yang terbaik dan berdoa (ikhtiar).

Tetap semangat dalam menjalani hidup ini, Bro !

"Jangan ubah impiannya, tapi ubah strateginya. Jangan ubah tujuannya, tapi cari jalan alternatifnya."